Interview with Leaders – Dari Krapyak hingga Singkarak, Mengawal Edukasi dan Literasi untuk Negeri

TRX NEWS – “Penghasilan kami seperti sepatu kami; jika jumlahnya terlalu sedikit, itu akan menyakiti dan membatasi kita; tapi jika terlalu banyak, kita akan tersandung.”

Nasihat ini diberikan oleh filsuf ilmu pengetahuan Inggris John Locke sebagai salah satu landasan konsep ekonomi modern. Dalam konsep ini, kemampuan mengendalikan dan mengelola perekonomian adalah milik setiap orang dalam masyarakat.

Seperti yang dikatakan Locke, pendapatan yang terlalu sedikit membuat seseorang tidak bahagia. Di sisi lain, memiliki penghasilan yang terlalu banyak juga tidak baik karena dapat membuat seseorang mendapat kesulitan.

Oleh karena itu, setiap orang harus mampu mengelola pendapatannya secara merata agar perekonomian dapat berjalan dengan lancar. 

Pemahaman ini pada dasarnya penting bagi semua orang. Tak terkecuali bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang perlu terus menyeimbangkan keseimbangan keuangannya dengan kebutuhan belanja sehari-hari.

Permasalahannya adalah tidak semua masyarakat memiliki kesempatan yang cukup untuk mendapatkan pendidikan dan literasi keuangan, seperti yang dijelaskan Locke beserta berbagai konsep ekonomi lainnya. Faktanya, bagi sebagian orang, tidak jarang perekonomian tampak unik dan “tak tersentuh” seperti menara gading.

Mengenai topik tersebut, tim redaksi TRX NEWS.com berkesempatan berbincang dengan Friderica Widyasari Dewi, Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.

Berikut adalah beberapa poin penting yang kami diskusikan dalam percakapan tersebut.

Pertanyaan: Sebagai lembaga yang bertanggung jawab di bidang pendidikan di OJK, bagaimana Anda melihat permasalahan utama masyarakat terkait pendidikan di sektor jasa keuangan dan perekonomian secara umum?

Jika kita berbicara tentang perekonomian, apalagi jika berbicara lebih spesifik seperti sektor jasa keuangan, masih banyak orang atau masyarakat yang masih asing dengan hal tersebut.

Padahal, tanpa disadari, keseharian mereka juga melibatkan aktivitas ekonomi. Ini juga merupakan bentuk praktis dari kegiatan jasa keuangan. Jadi ketika ditanya mengenai pendidikan, salah satu tantangan yang ada adalah meletakkan dasar konsep jasa keuangan agar masyarakat memahami dan kemudian mengetahui apa saja hak dan tanggung jawabnya.

Pertanyaan: Bagaimana caranya?

Ya, kami sebagai regulator menyapa masyarakat secara langsung. Kami mendekati mereka, terhubung dengan mereka, dan menggunakan bahasa yang mereka gunakan sehari-hari. Tidak perlu menggunakan bahasa yang sulit. Kami menunjukkan bahwa permasalahan ekonomi dan permasalahan jasa keuangan merupakan permasalahan kita sehari-hari.

Pertanyaan: Apa saja hal spesifik yang harus dan sudah dilakukan OJK? 

Ada banyak. Seperti yang kita lakukan pada Hari Santri Nasional. OJK diwakili langsung di pesantren. Salah satu yang kami kunjungi adalah Pondok Pesantren Al Munawwir di Krapyak Yogyakarta.

Mengapa kita memasuki dunia Santri? Sesuai pesan almarhum Gusdur (KH Abdurrahman Wahid), kebaikan seorang Santri tidak hanya terlihat ketika berada di Pondok tetapi juga setelah terjun ke masyarakat. Memberikan mereka pemahaman yang baik mengenai industri jasa keuangan sejak dini akan sangat membantu.

Mulai dari mengatur keuangan sendiri, memberikan informasi kepada keluarga dan masyarakat sekitar hingga lulus, ilmu ini juga akan mereka bawa kemanapun mereka melanjutkan hidup.

Dari hal sederhana misalnya konsep menabung, mengelola uang, hingga kesadaran berinvestasi. Juga tentang informasi mengenai jasa keuangan yang resmi dan sah. Jangan tergiur dengan investasi bodong, pinjaman ilegal (pinjaman online), dll.

Belum lagi kita juga berbicara tentang ekosistem pesantren itu sendiri. Seberapa besar fluktuasi di pesantren? Biaya pendidikannya, biaya hidup sehari-hari, belanjaannya di UKM dekat pesantren dan lain sebagainya. Banyak sekali transaksi keuangan disekitarnya yang tentunya memerlukan edukasi dan literasi yang baik.

Q: Apakah ini termasuk pendidikan investasi?

Ya, tentu saja. Mengapa tidak? Selama ini harus diakui bahwa salah satu tantangan di sektor pasar modal nasional adalah meyakinkan masyarakat akan adanya investasi saham halal. Ada investasi obligasi yang sah. Atau soal asuransi yang masih diragukan keabsahannya oleh sebagian pihak.

Ini pekerjaan rumah bagi DSN (Dewan Syariah Nasional), MES (Masyarakat Ekonomi Syariah) dan tentunya juga bagi OJK atas apa yang saya sampaikan sebelumnya tentang membawa industri jasa keuangan menjadi mainstream masyarakat agar tidak bodoh. Karena keadaan yang lumrah ini, timbullah kasus-kasus yang tidak kita inginkan, seperti penipuan dengan dalih investasi, praktik rentenir dan lain sebagainya.

T: Baiklah, mari kita bahas juga tentang sponsor pinjaman yang Anda sebutkan sebelumnya. Terkadang masyarakat mengalami dilema karena biasanya dianggap bangkrut di kalangan perbankan dan metode rentenir seperti ini adalah satu-satunya pilihan.

Siapa bilang? Kini banyak dorongan dan inovasi dari perbankan untuk melakukan penetrasi ke sektor-sektor kecil yang tadinya dianggap unbankable.

Sekarang kita punya yang namanya TPAKD, Tim Percepatan Pendanaan Daerah. Seluruh pemangku kepentingan mulai dari OJK sebagai regulator, hingga pemerintah daerah dan kalangan perbankan berkumpul di sana untuk memperluas dan mempercepat akses pembiayaan di tingkat daerah.

Q: Tempat kerja TPAKD itu seperti apa? Apa permasalahan utama yang ingin diatasi dan dicarikan solusinya dengan TPAKD?

Ya, salah satunya, seperti saya sampaikan, adalah mendekatkan layanan keuangan kepada masyarakat. Karena kalau bicara soal jasa keuangan, kita yang tinggal di perkotaan mungkin akan mengira kalau itu mirip dengan produk Unitlink, pasar saham, dan lain-lain.

Kalau kita ke daerah-daerah, Mbok-Mbok di Pasar Beringharjo sebenarnya juga berwirausaha namun dalam skala kecil bahkan level tinggi. Nelayan atau penjual ikan di Pasar Singkarak Solok juga membutuhkan modal untuk membeli solar agar bisa melaut.

Atau para petani Makassar serta produsen rekaman di kawasan wisata semuanya membutuhkan edukasi tentang jasa keuangan. Hal ini mencakup kebutuhan untuk mengakses layanan keuangan seperti permodalan, asuransi dan investasi yang legal, aman dan dapat diandalkan.

Masyarakat di daerah perbatasan, di daerah 3T (perbatasan, luar, miskin), harus bisa merasakan manfaat jasa keuangan semua. Hal ini menjadi tanggung jawab TPAKD agar setiap orang tanpa terkecuali dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari industri jasa keuangan kita.

Pertanyaan: Bagaimana pendekatan yang efektif di daerah agar program TPAKD ini efektif dan mampu menjawab permasalahan-permasalahan sebelumnya?

Salah satunya seperti yang Anda tanyakan sebelumnya. Untuk mengatasi masalah tidak adanya bank, bank-bank ini memperkenalkan calon nasabah pada platform yang sama. Dalam bidang ini, kami biasanya bekerja sama dengan tokoh masyarakat agar mereka lebih dapat diandalkan.

Apa itu cetakan semen? Oleh karena itu, pinjaman modal ini diberikan secara bersama-sama melalui platform yang telah disepakati sebelumnya. Apakah itu masuk akal? Tentu saja hal itu cerdas karena orang-orang yang bekerja dengan kami adalah tokoh masyarakat di sana. Pendekatan seperti ini memberikan solusi dibandingkan kita harus menghadapi risiko peminjam dan lain-lain.

Saya juga telah memberi tahu teman-teman saya di bidang ini bahwa satu-satunya cara untuk memerangi metode peminjaman adalah bahwa layanan yang kami tawarkan harus semudah dan senyaman layanan yang diberikan kepada peminjam.

Para rentenir menjanjikan pembayaran tunai yang cepat, jadi kita harus bertindak cepat. Rentenir langsung ke pasar, jadi kita harus ke pasar juga. Syarat dan ketentuan rentenir tidak ribet, jadi kita juga tidak boleh ribet. Harus sesederhana mungkin, tetapi juga menekankan prinsip rasionalitas.

Bagaimana? Ya, itulah tantangan kita. Metode penyesuaiannya sangat spesifik dan bervariasi dari satu daerah ke daerah lain. Jujur saja, saya mungkin tidak bisa menjelaskan secara detail seperti apa bentuknya. Teman-teman di daerah ini lebih tahu.

Teknik adaptasi di wilayah penangkapan ikan tentu akan berbeda dengan teknik adaptasi petani. Hal ini berbeda dengan pengrajin. Di pesantren dan sebagainya. Pasti akan berbeda. Namun keprihatinan kita bersama hanya satu hal: kita membantu komunitas ini untuk membebaskan diri dari perbudakan peminjam. Kami membantu masyarakat lebih memahami dan peduli terhadap layanan keuangan. Ini adalah hasil kerja kita bersama. (TSA) 

Related Posts

THR Akhir Tahun, Dividen Interim 11 Emiten Cair Pekan Depan

TRX NEWS: Investor bersiap berpesta. Ada 11 emiten yang akan membagikan dividen interim pada pekan depan. Total nilai dividen yang akan dibayarkan berbagai emiten mencapai triliunan rupee. Berikut daftar emiten…

Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Dinilai Rampas Hak Konsumen

TRX NEWS – Konsumen sepakat kebijakan bebas tembakau dalam Rancangan Undang-Undang Menteri Kesehatan (Huihuka Permenkes) sebagai undang-undang promosi UU Publik No. Karena mereka tidak mempunyai hak untuk memilih produk sesuai…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You Missed

Inilah 10 Daftar Bank Perkreditan Rakyat di Indonesia yang Masih Beroperasi

Inilah 10 Daftar Bank Perkreditan Rakyat di Indonesia yang Masih Beroperasi

YouTuber Indonesia dengan Penghasilan Terbanyak, Siapa Saja?

YouTuber Indonesia dengan Penghasilan Terbanyak, Siapa Saja?

Biaya Medis Indonesia Termasuk Tertinggi di Asia

Biaya Medis Indonesia Termasuk Tertinggi di Asia

Kemenkominfo Targetkan Pemerataan Internet Capai Zero Blank Spot di 2025

Kemenkominfo Targetkan Pemerataan Internet Capai Zero Blank Spot di 2025

OJK Resmi Cabut Izin Investree

OJK Resmi Cabut Izin Investree

Penjualan Tiket Bioskop Selama Hari Libur Nasional di China Turun 23 Persen

Penjualan Tiket Bioskop Selama Hari Libur Nasional di China Turun 23 Persen