Interview with Leaders – Karena Tak Ada Obat yang Manjur untuk Semua Penyakit

TRX NEWS – “Semua keluarga bahagia itu sama; setiap keluarga yang tidak bahagia tidak bahagia dengan caranya masing-masing.”

Kalimat pendek ini ditulis oleh penulis dan filsuf Rusia Leo Tolstoy sebagai kalimat pembuka salah satu novel mahakaryanya berjudul Anna Karenina.

Sebuah kalimat yang mencoba menggambarkan betapa kacaunya kondisi di rumah kakak laki-laki tokoh utama novel, Anna Arkadyona Karenina, bangsawan Stepan Arkadych Oblonsky.

Kalimat yang mencoba menempatkan kenyataan dan cita-cita pada posisi yang berlawanan. Betapa ideal dengan konsep kesempurnaannya selalu menjadi standar yang sama bagi setiap orang, dimana pun dan kapan pun.

Namun segala kekurangan yang ada pada kenyataannya selalu mempunyai wajah masing-masing, jalannya masing-masing dengan segala tantangannya masing-masing yang sangat berbeda satu sama lain.

Keadaan ini terjadi pada setiap realitas di berbagai bidang kehidupan. Hal ini tidak terkecuali dalam dunia ekonomi dan keuangan, termasuk sektor jasa keuangan publik. 

Di antara berbagai tantangan yang dihadapi industri jasa keuangan, terdapat permasalahan tersembunyi yang terkesan sepele namun seiring berjalannya waktu belum terselesaikan. Sebut saja soal literasi masyarakat dan ketersediaan produk jasa keuangan.

Dalam upaya membahas lebih jauh permasalahan terkait isu ini, redaksi TRX NEWS.com berkesempatan berbincang dengan Friderica Widyasari Dewi, Anggota Dewan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.

Berikut adalah beberapa hal penting yang kami bahas dalam percakapan tersebut.

Q: Sebagai Dewan Komisi OJK yang bertanggung jawab dalam bidang edukasi dan perlindungan konsumen, bagaimana Anda melihat rendahnya tingkat literasi masyarakat dan ketersediaan produk jasa keuangan?

Faktanya, kedua isu literasi dan akses masyarakat ini merupakan salah satu Pe-eR (penugasan) terbesar di industri jasa keuangan kita. Bukan hanya bagi OJK saja, tapi bagi kita semua, seluruh pemangku kepentingan ekosistem jasa keuangan nasional.

Semua pihak harus bekerja sama, berperan, saling bersinergi untuk mencari solusi bersama. Mengapa Karena manfaat ini untuk kita semua. Jadi semuanya terhubung. Ia tidak bisa berjalan sendiri, semua harus bekerja sama.

Q: Bagaimana kita bisa mendorong semua pihak, seluruh pemangku kepentingan, untuk bisa saling berkoordinasi, saling bersinergi, dengan segala pola pikir dan kepentingan yang berbeda?

Cara berpikir setiap orang berbeda-beda mungkin karena kita masing-masing berasal dari institusi dan pendekatan profesional yang berbeda. Tapi apakah minat kita berbeda? Tidak, mungkin dengan cara yang sedikit berbeda, namun tetap dalam rencana umum yang sama, yaitu meningkatkan inklusi keuangan bagi seluruh masyarakat di Indonesia.

Makanya sekarang kita ada yang namanya TPAKD. Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah. Semua pihak berkumpul di sana, mulai dari kami, OJK, kemudian lembaga keuangan itu sendiri, Bank Nasional, perbankan daerah, hingga para pengelola daerah dan pegawainya, dari desa, pengelola kelurahan hingga walikota dan nawaban. Merekalah yang terjun langsung di bidang tersebut dan lebih mengetahui kondisi serta tipologi masyarakat di wilayahnya.

Semua pihak yang terlibat bertemu, menguraikan permasalahan di wilayahnya, kondisinya dan solusi yang bisa dicari. Mari kita semua berdiskusi bersama agar permasalahan di lapangan benar-benar bisa kita selesaikan.

Q: Lalu bagaimana perkembangannya saat ini? Sejauh mana TPAKD ini telah berjalan dan mampu menjawab permasalahan daerah?

Alhamdulillah semuanya berjalan baik. Kemajuannya juga bagus, saat ini sudah berjalan di seluruh Indonesia. Saat ini terdapat 452 TPAKD di berbagai daerah. Apa yang kita lihat di Jogja sudah berjalan sangat baik. Kami telah memasuki 300 desa.

Saya juga pergi ke Malang di Jawa Timur kemarin. 400 penduduk desa telah bergabung dengan kelompok ini sekarang. Senin depan saya akan ke Samarida untuk memperkenalkan tim TPKD di sana. Di Sulawesi, Sumatera semuanya berjalan. 900 Nagar telah berkumpul di Padang untuk melakukan aneksasi dan hal itu berjalan lancar.

Bahkan kita sudah masuk ke wilayah 3T (tertinggal, perbatasan dan terluar). Kita hanya perlu bekerja keras untuk mencakup lebih banyak bidang dan wilayah dengan TPAKD sehingga kita dapat menemukan solusi atas semua permasalahan satu per satu.

T: Dari semua upaya dan program TPAKD ini, haruskah Anda memiliki tujuan yang realistis seperti mencapai indikator yang terukur pada akhir tahun atau dalam beberapa tahun ke depan?

Tidak, OJK tidak bekerja seperti ini. Bukan berarti tidak ada tujuan, namun cara kerja kami lebih fokus untuk memberikan dampak pada masyarakat. memberikan manfaat bagi daerah.

Jadi kita berharap semua daerah punya TPAKD. Saat ini mungkin 83% dari seluruh wilayah di Indonesia memiliki TPAKD. Kami berharap dapat memberikan upaya 100% di masa depan.

Lalu misalnya dalam hal KUR (Kredit Usaha Rakyat), kita juga harus bekerja sama dengan lembaga jasa keuangan daerah. Dengan bank yang mempunyai BPR (Bank Perkreditan Rakyat). Tidak mungkin kita memaksakan diri terlalu keras saat “mengerem” tanpa melihat kondisi permukaan tanah.

Kalau kita paksakan, itu risiko NPL (Kredit Bermasalah/Non Performing). Jadi ini juga tidak bagus. Tidak bisa dipaksakan seperti itu, peran kita lebih pada konsolidasi, itu yang jadi permasalahan di industri ini, jadi perlu. Jadi mari kita coba melihat (masalahnya). Kami mempromosikannya melalui pemerintah daerah. Apa solusi terbaiknya? Apa yang dimaksud dengan solusi win-win? Ketika kita berkumpul, kita bergerak bersama di lapangan.

Kami melihat ini di Jugja. Anda akan mendengar kisah Bu Ninik, seorang pedagang super mikro di daerah Temansar. Dulu, ia dan rekan-rekan pengusahanya meminjam modal ke rentenir. Pinjam Rp 1 juta, bayar Rp 1,5 juta dalam sebulan. Ini sangat menakutkan.

Makanya kita berdiskusi bersama, mencari solusi dengan perbankan, pemerintah kota, warga desa, kabupaten, tokoh masyarakat dan lain-lain. Kami kini dapat menawarkan pinjaman modal kepada bank daerah lokal dengan tingkat bunga hanya tiga persen per tahun. (Manfaat) ini nyata dan nyata.

T: Berdasarkan pengalaman di bidang ini, seperti kasus Juja, kendala apa saja yang sering dihadapi TPAKD dalam bekerja di daerah?

Jika kita berbicara tentang masalah, kemungkinan besar tidak ada. Artinya kalau kita bicara tentang TPAKD, misalnya dengan pengelola daerah atau lembaga jasa keuangan daerah, pasti responnya bagus. Mengapa Sebab bagi pemimpin daerah, TPAKD penting bagi kebutuhan masyarakatnya. Bagi lembaga jasa keuangan daerah, hal ini juga baik untuk meningkatkan kinerjanya. Jadi tidak ada masalah

Bedanya hanya jika menyangkut pergerakan lapangan, proses yang terjadi di masyarakat. Ada yang duluan, ada pula yang lebih lambat. Mengapa demikian? Karena setiap daerah berbeda dan unik.

Dengan kata lain, tidak ada obat yang mujarab untuk semua penyakit. Semuanya mempunyai ciri khas masing-masing. Selain itu, setiap permasalahan di setiap daerah pasti membutuhkan pendekatan yang berbeda-beda.

Ada daerah yang masyarakatnya lebih merupakan komunitas nelayan, artinya program yang kami buat khusus untuk nelayan. Kemudian masyarakatnya adalah petani, buruh tani yang tidak mempunyai lahan sendiri, sehingga perlakuannya berbeda. Bentuk pembiayaannya berbeda-beda. Untuk perusahaan kecil dan menengah yang memproduksi produk seni atau menyediakan jasa, pendekatan kami pasti berbeda satu sama lain. Ada yang bisa kita beri kredit tanpa agunan, ada pula yang harus ada agunan. Nah, kalau butuh agunan tapi belum punya brand untuk dijadikan agunan, apa solusinya?

Misalnya kita membuat kelompok usaha, lalu tokoh masyarakat bertanggung jawab di sana. Jadi kalau ada tunggakan, pengelola komunitas ini segera menagihnya, jadi bisa dikatakan pinjaman tidak lancar itu nol. Oleh karena itu, istilah yang tepat lebih pada perusahaan yang cocok.

Dan kita tidak bisa menargetkan prosesnya di tingkat nasional, seperti mereka harus melakukan ini, mereka harus melakukan itu, apapun kondisi di masing-masing daerah. tidak bisa

Karena selain tidak masuk akal, menghadapi risiko juga memakan banyak waktu. Alih-alih menyelesaikan masalah, mencari solusi, justru muncul masalah baru. Kita harus menjaganya dan tidak boleh gegabah.

Saat kita sibuk mengejar tujuan, OJK seolah jadi sentral. Tidak, regulator pusat OJK tidak bekerja seperti itu. Kami lebih berorientasi pada orang, berorientasi pada orang. Lebih fokus pada orientasi pelanggan. (TSA)

Related Posts

THR Akhir Tahun, Dividen Interim 11 Emiten Cair Pekan Depan

TRX NEWS: Investor bersiap berpesta. Ada 11 emiten yang akan membagikan dividen interim pada pekan depan. Total nilai dividen yang akan dibayarkan berbagai emiten mencapai triliunan rupee. Berikut daftar emiten…

Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Dinilai Rampas Hak Konsumen

TRX NEWS – Konsumen sepakat kebijakan bebas tembakau dalam Rancangan Undang-Undang Menteri Kesehatan (Huihuka Permenkes) sebagai undang-undang promosi UU Publik No. Karena mereka tidak mempunyai hak untuk memilih produk sesuai…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You Missed

Jangan Lupa Cek Harga BBM Non Subsidi Pertamina per 13 November 2024

Jangan Lupa Cek Harga BBM Non Subsidi Pertamina per 13 November 2024

Masuk Pengawasan Bursa, Saham BABY-GGRP Kompak Merah

Masuk Pengawasan Bursa, Saham BABY-GGRP Kompak Merah

Inilah 10 Daftar Bank Perkreditan Rakyat di Indonesia yang Masih Beroperasi

Inilah 10 Daftar Bank Perkreditan Rakyat di Indonesia yang Masih Beroperasi

YouTuber Indonesia dengan Penghasilan Terbanyak, Siapa Saja?

YouTuber Indonesia dengan Penghasilan Terbanyak, Siapa Saja?

Biaya Medis Indonesia Termasuk Tertinggi di Asia

Biaya Medis Indonesia Termasuk Tertinggi di Asia