TRX NEWS – Industri Jasa Keuangan (IJK) menjadi salah satu sektor yang paling terdampak pandemi COVID-19, selain real estate dan industri lainnya. Setelah kasus pertama COVID-19 ditemukan di Indonesia pada Maret 2020, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun menjadi 3.937,63 atau turun 37,62 persen sejak dibuka awal tahun yang masih bertahan. . dan 6.313,13.
Indeks mengakhiri tahun dengan catatan positif dan berakhir pada 6.600,68 dan membuka tahun 2021 dengan kenaikan 0,13% menjadi 6.609,44. Namun sepanjang sisa tahun ini, IHSG justru melemah 0,42 persen dan menutup tahun dengan 6.581,48 kendaraan. Artinya, dalam dua tahun indeks hanya mendapat keuntungan 268,35 poin atau tumbuh 4,2 persen, yaitu rata-rata hanya 2,1 persen per tahun!
Namun, bisnis manajemen aset tampaknya tidak berhubungan langsung dengan kinerja indeks dan pasar saham secara keseluruhan. Setidaknya hal itu bisa kita temukan jika menilik sejarah baik BNP Paribas Asset Management sepanjang tahun 2021. Dengan mengandalkan investasi lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG), BNP Paribas Asset Management tidak hanya mampu bertahan, bahkan tumbuh dengan baik. di antara mereka. stres epidemi.
Pada edisi sebelumnya, redaksi TRX NEWS.com melakukan wawancara eksklusif dengan Presiden Direktur BNP Paribas Asset Management, Priyo Santoso, mengenai instabilitas keuangan global dan berbagai dampaknya terhadap perekonomian domestik. Misalnya pada artikel sebelumnya kami mengulas kondisi perekonomian Indonesia saat ini melalui artikel berjudul https://www.TRX NEWS.com/market-news/interview-with-ceo-menguji-power-fundamental-indonesia-di – Tengah -kusarako -ekonomi-seluruh dunia.
Nah, pada artikel berikut ini, kami ingin mengupas berbagai strategi dan ide BNP Paribas Asset Management agar bisa bertahan dan terus berkembang di tengah pandemi COVID-19. Pertemuan kami digelar di Kantor Manajemen Aset BNP Paribas, di Bilangan Sudirman, Jakarta Selatan, Kamis (28/7/2022). Berikut beberapa permasalahan penting yang dibahas dalam diskusi tersebut.
Pertanyaan: Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih dan mengapresiasi kerja BNP Paribas Asset Management sepanjang tahun 2021. Padahal kita tahu, wabah COVID-19 diketahui telah memaksa hampir seluruh sektor perusahaan di Indonesia. Artinya, apa yang terjadi di beberapa sektor tidak bisa diharapkan. Di sisi lain, kegelisahan masyarakat terhadap keadaan saat ini membuat mereka lebih memilih punya uang dibandingkan menabung, apalagi uang. Lantas, apa saja strategi dan inisiatif yang bisa mendorong BNP Paribas Asset Management mencatatkan kinerja tinggi di tengah tantangan tersebut?
Jawaban: Kita tahu betul bahwa wabah COVID-19 merupakan sesuatu yang tidak dapat diprediksi, tidak terkendali dan baru pertama kali terjadi di dunia, sehingga kita tidak akan mendapatkan informasi bagaimana cara menghadapinya atau mengatasinya. Nah oleh karena itu tentunya kita juga sadar betul akan pentingnya cara-cara bahkan ide-ide yang baru dan di luar kebiasaan lama.
Namun jika kita perhatikan dan bandingkan bersama-sama, indeks pendapatan KEHATI (indeks SRI KEHATI-red) yang stabil dan terpercaya selalu mengalahkan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) dan pertumbuhannya pun konsisten. Maksudnya itu apa? Jelas bahwa berinvestasi pada perusahaan yang berkomitmen terhadap bisnis berkelanjutan, peduli terhadap kelestarian lingkungan dan menerapkan GCG (good Corporate Governance) selalu sangat menggembirakan.
Itulah sebabnya kami memutuskan untuk fokus pada prioritas isu-isu lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG) dalam beberapa tahun terakhir. Kami percaya bahwa setiap perusahaan yang mempertimbangkan investasi berkelanjutan, maka dalam kegiatan usahanya mempertimbangkan kelestarian lingkungan, kemudian menjalankan bisnis dengan GCG, dan mempertimbangkan pertumbuhan inklusif, artinya dalam pengelolaan bisnis. Selain mempertimbangkan kesejahteraan karyawan, juga mempertimbangkan dampak positif yang dapat diberikan terhadap lingkungan.
Dengan melakukan semua ini, kami yakin perusahaan ini akan memiliki pertumbuhan bisnis yang lebih baik dibandingkan perusahaan yang tidak mempertimbangkan ESG dan dikelilingi oleh banyak isu kontroversial, yang akan mempengaruhi cara mereka menghasilkan uang. Hal ini menjadi dasar pemikiran dan perspektif kami, dengan mengutamakan produk-produk bertema ESG, karena kami yakin dalam jangka panjang produk-produk tersebut akan memberikan imbal hasil terbaik bagi investor. Dan pertumbuhan nilai dana tersebut juga akan sangat mirip dibandingkan dengan indeks yang tidak bertema ESG.
Q: Dan implementasi strategi tersebut tercermin langsung dalam sejarah BNP Paribas Asset Management tahun lalu?
J: Ya, tentu saja. Tergantung pada ukuran bagiannya, mis. Pada tahun 2019, dana kelolaan kami masih berkisar Rp 1 triliun. Dan pada Desember 2021, produk ESG mencapai Rp5,5 triliun. Jadi dalam tiga tahun sudah terjadi pertumbuhan 5,5 kali lipat. Dan di sisi lain, kita bisa melihat bahwa ESG juga berhasil meningkatkan minat investor. Artinya, para investor mulai menyadari bahwa dengan memilih bisnis berbasis ESG maka mereka akan mendapatkan imbal hasil yang lebih baik dibandingkan berinvestasi pada investasi non-ESG.
Q: Tapi dari pasarnya sendiri, misalnya dari sisi emiten, kalau dananya semua, siapkah mereka mengadopsi apa yang dilakukan investor-investor yang Anda sebutkan tadi yang menginginkan lebih banyak produk ESG? Sebab kita tahu bahwa dulu industri perbankan juga muncul ketika masih menyalurkan kredit ke sektor pertambangan, yang merupakan salah satu bentuk kekuatan yang tidak tergantikan. Atau WALHI yang juga mengirimkan surat kepada Elon Musk agar tidak memanfaatkan bisnis nikel Indonesia karena dinilai ramah lingkungan.
A: Sebenarnya saya melihat beberapa donatur terlihat jelas. Kami juga dapat menggambarkan komitmen mereka terhadap isu-isu LST sebagai hal yang sangat baik. Tapi kalau kita lihat satu per satu dan ternyata ada yang belum siap, menurut saya itu hanya masalah waktu saja. Karena menurut saya semua penyedia layanan sekarang harus mulai bersiap menghadapi isu-isu LST. Sebab di awal tahun pemerintah mengeluarkan kebijakan yang nantinya akan ada pemeringkatan sektor-sektor yang masuk dalam kelompok hijau, kelompok oranye, dan kelompok merah.
Jadi suka atau tidak, cepat atau lambat, penyedia layanan juga akan mempersiapkan diri untuk mulai menyelaraskan bisnisnya dengan konsep ESG. Beberapa kali berdiskusi dengan BEI dan OJK, mereka sebagai regulator juga telah mengeluarkan aturan dan pedoman apa saja yang perlu dilaporkan oleh penyedia layanan mengenai penerapan ESG dalam kegiatan usahanya. Kini, dengan adanya aturan, dipastikan semua donatur akan ingin ke sana lagi di kemudian hari. Setiap orang akan terpengaruh oleh lingkungan dan ketidakstabilan seiring berjalannya waktu. Semuanya akan menjadi eko-sentris dan berwawasan lingkungan pada waktunya. Jadi ini masalah jadwal dan waktu.
Dan jika dilihat dari prosesnya, beberapa donor sudah mulai mengambil tindakan, terutama donor yang berkaitan dengan pertambangan, seperti batu bara, baja dan beberapa lainnya. Jika dipikir-pikir, mereka mulai beralih ke model bisnis yang lebih mempertimbangkan ESG. Jadi misalnya ada perusahaan pertambangan yang menggunakan energi minyak, atau energi dari batu bara, mereka juga sudah mulai berencana berubah untuk mulai menggunakan energi ramah lingkungan. Dengan kata lain.
Jadi kalau bicara persiapan, saya bilang donor kita sudah siap menggunakan ESG, terutama dalam persiapan atau proses menuju ke sana. Karena aturannya sudah ada. Mereka juga melihat bagaimana pemerintah terpengaruh oleh energi hijau, ekonomi hijau dan lain sebagainya, sehingga jika mereka keras kepala dan tidak mau memperbaiki diri, maka akan sulit mendapatkan uang. (TSA)