Sejarah berdirinya TRX NEWS-PT Blue Bird Tbk (BIRD) tidak lepas dari kisah inspiratif Mutiara Djokosoetono. Ia merupakan tokoh penting dalam pendirian perusahaan taksi berlogo Blue Bird.
Mutiara Siti Fatimah merupakan wanita kelahiran 17 Oktober 1921 di Kota Malang, lulusan dari Dutch Normal University dan melanjutkan studi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Perjalanan bisnis Bluebird dimulai setelah kematian suaminya, Joko Sotono. Joko Sotono merupakan pakar hukum yang ikut mendirikan Institut Ilmu Kepolisian (PTIK) dan Akademi Ilmu Militer (AHM).
Sebelum Joko Sotono meninggal, Mutyala Siti Fatima dan keluarganya sudah menekuni bisnis telur. Kedua anaknya, Purnomo Prawiro dan Chandra Suharto, juga membantu orang tuanya menjalankan bisnis.
Dari sana, keluarga Djokosoetono membelikan Bemo untuk kedua putranya untuk mengangkut penumpang rute Harmoni-Kota. Keluarga juga mendapat dua unit mobil Opel dan Mercedes sebagai hadiah dari PTIK dan AHM.
Sepeninggal Joko Sotono, Fatima memutar otak mencari cara agar kebutuhan sehari-hari keluarganya terpenuhi, termasuk pendidikan anak-anaknya. Bagi Fatima, pendidikan adalah hal yang mutlak.
“Aset paling berharga dalam kehidupan manusia adalah kecerdasan, karena tidak bisa hilang atau diambil,” demikian bunyi Prinsip Fatima, dikutip dari situs resmi Bluebird (6/8).
Dari sini, Bu Fatima menyarankan kepada anak-anaknya agar kedua mobil tersebut diubah menjadi taksi. Saat itu, perusahaan taksi milik Joko Sotono bernama Chandra Taksi. Purnomo dan Chandra pun mengemudikan kendaraan untuk mengangkut penumpang. Urusan Joko Sotono saat itu adalah menelpon taksi lewat telepon. Tentu saja status ini tetap ilegal.
Saat itu, taksi ilegal cukup populer di Jakarta karena tidak banyak warga Jakarta yang menggunakan mobil pribadi. Saat Ali Sadikin menjabat Gubernur DKI Jakarta, ia membuat aturan bahwa perusahaan taksi harus mendaftar izin operasional.
Salah satu syaratnya adalah perusahaan harus memiliki minimal 100 unit taksi. Namun keluarga Djokosoetono hanya memiliki 60 taksi sehingga izinnya ditolak oleh DLLAJ DKI Jakarta.
Namun Fatima tidak pernah menyerah. Fatiman mengajukan pinjaman ke bank dengan menggunakan kartu nama yang diberikan oleh murid Joko Sotono dan suaminya, yang saat itu bekerja di Bank Bumidaya.
Dari sini, Fatima berhasil memenuhi persyaratan ukuran armada dan mendapat izin dari Pemprov DKI Jakarta. Pada tanggal 1 Mei 1972, taksi Blue Bird resmi mulai beroperasi di jalanan Jakarta.
Fatima memilih nama Blue Bird, terinspirasi dari dongeng Eropa “The Bird of Happiness” atau burung pembawa kebahagiaan. Pemilihan nama tersebut mencerminkan doa beliau dengan sepenuh hati mendirikan Bluebird dengan dukungan anak-anak yang berjuang untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Sejak saat itu, bisnis Bluebird berkembang pesat dan bertahan hingga saat ini. Pada tahun 1992, Blue Bird menjadi salah satu perusahaan transportasi yang resmi menerima tamu KTT Gerakan Non-Blok.
Bluebird mengembangkan layanan dan pengaturan bisnisnya setiap tahun. Seiring dengan silverbird muncul bagian bluebird. Blue Bird juga menawarkan layanan penyewaan bus yang sangat baik.
Bluebird tercatat di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2014 dengan kode emiten “BIRD”. Setelah lebih dari setengah abad beroperasi, Blue Bird juga memiliki sejumlah anak perusahaan yang bergerak di bidang industri transportasi.
Siapa sangka profesionalisme bawaan para pengemudi taksi Bluebird merupakan prinsip yang dipelajari Fatima sejak lama. “Kami bukan perusahaan taksi biasa, kami adalah armada taksi yang memberikan pelayanan tambahan. Profesionalisme kami menentukan perkembangan bisnis ini. Reputasi baik yang kami bangun saat ini adalah masa depan kami.”
Inilah kisah inspiratif Mutiara Djokosoetono, tokoh penting di balik pendiri perusahaan taksi Blue Bird.
(Nadia Cunha)