TRX NEWS – Harga minyak sawit mentah (CPO) menguat pada Rabu (11/6/2024), pulih dari penurunan hari sebelumnya.
Kontrak berjangka CPO turunan Bursa Malaysia naik 1,81 persen menjadi RM4.892 per ton pada pukul 15.55 WIB, level tertinggi sejak pertengahan Juni 2022 berdasarkan data pasar.
Kenaikan tersebut didukung oleh melemahnya ringgit dan kenaikan harga minyak kedelai di pasar Dalian dan Chicago Board of Trade (CBOT).
Sebelumnya, harga CPO turun lebih dari 1,76 persen pada Selasa (11 Mei).
Sementara itu, Reuters memperkirakan stok minyak sawit Malaysia mungkin akan turun pada bulan Oktober, menandai penurunan pertama dalam tiga bulan karena penurunan produksi.
Di sisi ekspor, survei pengangkutan menunjukkan ekspor minyak sawit Malaysia naik 11,5 hingga 13,7 persen pada bulan Oktober dibandingkan bulan September.
Selain itu, produksi jangka pendek diperkirakan akan melemah akibat tren musiman yang biasanya terjadi pada kuartal keempat.
Namun kenaikan harga tersebut dibatasi oleh penurunan tajam harga minyak mentah akibat meningkatnya ketidakpastian hasil pemilu AS.
Pada saat yang sama, permintaan dari India – pembeli terbesar – mulai menurun setelah musim belanja liburan berakhir, dan kesenjangan harga antara minyak sawit dan produk penggantinya melebar.
Sementara itu, beberapa pedagang berhati-hati karena Tiongkok, pasar utama, akan merilis data indeks harga konsumen (CPI) dan indeks harga produsen (PPI) pada akhir pekan ini.
Kebijakan biodiesel B40 dan perkiraan CPO
Penerapan peraturan biodiesel yang lebih ketat di Indonesia, produsen minyak sawit terbesar di dunia, kemungkinan akan mengurangi pasokan minyak nabati, kata para analis industri terkemuka.
Saat ini, Indonesia mewajibkan campuran 35 persen minyak sawit dalam biodiesel (B35) dan berencana meningkatkannya menjadi 40 persen minyak sawit (B40) untuk mengurangi impor energi.
Jika rencana ini terlaksana, konsumsi biodiesel bisa meningkat hingga 16 juta kiloliter pada tahun depan.
David Mielke, analis senior di Oil World, mengatakan pada konferensi minyak sawit di Kuala Lumpur bahwa langkah tersebut akan melibatkan tambahan masukan sebesar 1,5 hingga 1,7 juta ton minyak sawit dan mengurangi volume ekspor.
“Dalam situasi kekurangan minyak, peningkatan mandat Indonesia sebesar 5 persen akan memperketat pasokan,” ujarnya kepada Reuters di sela-sela acara (10 September 2024).
“Ini akan menjadi bencana bagi konsumen di seluruh dunia karena ketersediaan minyak akan berkurang.”
Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) memperkirakan B40 akan meningkatkan konsumsi minyak sawit Indonesia untuk biodiesel menjadi 13,9 juta ton dari perkiraan 11 juta ton yang dibutuhkan tahun ini dengan B35.
Dalam beberapa tahun terakhir, pasokan minyak sawit global terpukul oleh rendahnya produksi di dua negara pengekspor terbesar, Indonesia dan Malaysia, kekurangan tenaga kerja yang parah selama pandemi, kurangnya penggunaan pupuk yang mahal, dan cuaca hujan yang terus-menerus.
Mielke meyakini produksi kelapa sawit pada musim 2024/25 diperkirakan meningkat 2,3 juta ton dibandingkan musim sebelumnya.
Hal ini sejalan dengan harga minyak kedelai yang kompetitif, yang diperkirakan akan naik lebih tinggi dibandingkan minyak sawit pada bulan Juni tahun depan.
Direktur Pelaksana Glennock Economics Julian McGill mengatakan pada kesempatan tersebut bahwa harga minyak sawit akan diperdagangkan sekitar MYR4,000 ($933,49) per ton pada tahun 2025.
Menurut McGill, produksi minyak sawit Malaysia diperkirakan mencapai 19,4 juta ton pada tahun 2024, naik dari 18,55 juta ton pada tahun 2023.
Di sisi lain, menurut Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), produksi di Indonesia diperkirakan turun 1 juta ton pada tahun 2024 dibandingkan tahun lalu. Produksi minyak sawit Indonesia diproyeksikan mencapai 54,84 juta ton pada tahun 2023. (Aldo Fernando)