TRX NEWS – Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) memperkirakan inflasi pada tahun 2025 akan sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sekitar 1,6-2,1 persen.
Kombinasi faktor domestik dan global akan mempengaruhi risiko inflasi pada tahun 2025.
“Di dalam negeri, penerapan Pajak Minuman Dalam Kemasan Manis (MBDK) juga diharapkan dapat mendorong kenaikan harga di sektor makanan dan minuman,” tulis LPEM FEB UI dalam Inflation Outlook 2025: Macroeconomic Analysis Series, Selasa. 14/1/2025).
Setelah itu, kebijakan baru pemerintah seperti pajak 12% diperkirakan akan menaikkan harga barang dan jasa mewah.
Kenaikan upah minimum juga diperkirakan akan meningkatkan biaya produksi, yang pada akhirnya dibebankan kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga.
Risiko global kenaikan inflasi impor juga semakin nyata, didukung oleh melemahnya rupee karena pasar mengantisipasi kebijakan Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump (AS), khususnya mengenai bea masuk.
Oleh karena itu, Bank Indonesia perlu mempertahankan kebijakan moneter yang efektif untuk mengelola ekspektasi inflasi dan stabilitas nilai tukar. Langkah-langkah seperti penyesuaian suku bunga, intervensi pasar mata uang dan koordinasi dalam pengelolaan kebijakan fiskal akan menjadi kunci untuk menjaga inflasi dalam kisaran target. kata LPEM FEB UI.
Namun kebijakan fiskal seperti subsidi pangan dan listrik, insentif bagi usaha kecil dan menengah, serta subsidi pajak pertambahan nilai (PPN) pembelian rumah (DTP) menimbulkan risiko perlambatan inflasi.
Program food estate yang diluncurkan untuk mendukung program makan siang gratis juga berpotensi menciptakan multiplier effect dalam menurunkan inflasi. Perbaikan infrastruktur logistik dapat meningkatkan efisiensi proses distribusi.
Penurunan daya beli rumah tangga juga dapat menyebabkan inflasi karena melemahnya permintaan barang dan jasa.
Hal ini perlu diwaspadai karena pelemahan yang berkepanjangan dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Dalam konteks ini, pemerintah diminta menyeimbangkan antara kebijakan yang dirancang untuk mengendalikan inflasi dan kebijakan yang dirancang untuk merangsang konsumsi dalam negeri.
LPEM FEB UI mengatakan: “Hal ini dapat dicapai melalui subsidi yang tepat sasaran, program peningkatan pendapatan rumah tangga dan kebijakan insentif untuk mendukung sektor-sektor usaha strategis. Langkah-langkah ini penting untuk menjamin stabilitas dengan mengorbankan inflasi sehingga pertumbuhan ekonomi tidak terganggu.”
(Nia Doyana)