TRX NEWS – Ada cerita menarik dari kesuksesan penjual soto Semarang Slamet Ragil. Beliau merupakan pengusaha warung soto sukses yang membuka 127 cabang melalui sistem mitra. 

Awalnya Slamet tidak mau mengikuti nasehat ibunya untuk menjadi seorang wirausaha. Ibunya adalah seorang penjual sota di Jawa Tengah dan berpesan kepadanya bahwa sukses akan sulit diraih selama ia bekerja pada orang lain. 

Ibunya pun membujuknya dengan bukti keuntungan yang memuaskan dari penjualan sot tersebut. Namun Slamet tidak mau mengikuti jejak ibunya dan memutuskan bekerja sebagai pegawai seperti orang lain. 

Slamet bekerja selama 20 tahun sebagai karyawan di bidang pemasaran. Meski posisinya mencapai level supervisor, Slamet menyadari bahwa nasihat ibunya ada benarnya. Menjadi pekerja membuat sulit untuk menjadi sukses secara finansial. 

“Selama ini saya mengejar target, mengejar tagihan. Jika tidak, maka akan sulit mendapatkan insentif. Lalu saya berpikir, di usia 48 tahun, apa yang akan terjadi selanjutnya? Akhirnya saya terapkan nasehat ibu saya, mumpung saya masih bisa beraktivitas, sekarang saya harus menjadi wirausaha, kata Slamet di kanal YouTube Kubiz TV. 

Pada akhirnya, Slamet menemui ibunya untuk meminta maaf karena tidak mengikuti nasehatnya. Ia pun mengungkapkan keinginannya menjadi pengusaha berjualan soto seperti ibunya. 

Sang ibu menyetujui permintaan Slamet untuk mengajarinya cara memasak soto yang enak, dengan syarat Slamet mengajak istrinya les memasak dan mencarikan kontrakan warung untuk membuktikan keseriusannya. 

Kemudian ibu dan ayahnya mempunyai modal untuk membuka warung Slamet. Namun ibunya menyuruhnya mencari inti kontraknya terlebih dahulu untuk melihat keseriusan Slamet memulai usaha Soto Semarang. 

Slamet menggunakan jaringan penjualan yang dikenal selama 20 tahun bekerja untuk mempromosikan toko Sotonya. Itu juga mengiklankan es teh gratis dan nasi tambahan dengan kata sandi. 

“Setiap hari saya fokus 20 orang dulu. Setelah sukses tambah target. Pelanggan yang datang saat pertama kali dibuka adalah teman-teman saya, akhirnya orang lain di sekitar pun penasaran karena tokonya ramai,” lanjut Slamet. 

Dalam waktu tiga bulan setelah membuka toko, pengusaha pionir ini tampaknya sudah sukses. Slamet berhasil mencatatkan pendapatan yang melebihi gaji dan insentifnya. Setelah itu, Slamet mengundurkan diri untuk fokus pada bisnis Soto Semarangnya. 

Saat itu (2007), omzet Slamet sebesar Rp 20 juta per bulan. Pasca pengunduran dirinya, Slamet fokus membuat website dan saluran online lainnya. Seiring fokus Slamet mengembangkan bisnis Soto di Semarang, traffic pun terus meningkat. 

Pada masa ekspansi, Slamet pertama kali membuka kemitraan ketika seorang rekannya dipecat dari kantor dan meminta Slamet membuka usaha serupa di Soto Semarang. 

Rekannya membuka cabang Soto Semarang yang kedua di Purworejo. Cabang ketiga dibuka oleh seorang guru yang ingin pensiun dan tertarik untuk bergabung dalam bisnis soto Semarang miliknya. 

Soto Semarang mulai melejit dan semakin meledak pada tahun 2009, setelah Slamet mempunyai tempat usaha. Dengan adanya ruang kantor, Slamet bisa membangun tempat usaha yang lebih representatif. 

Perluasan lebih dari 100 cabang mudah dilakukan karena Slamet menerapkan konsep kemitraan yang murah dan sederhana. Masyarakat tidak perlu berinvestasi dengan membayar ratusan juta. 

Cukup dengan membeli bumbu-bumbu pokok, Slamet dan istrinya kemudian mengajari investor cara memasak dan menyajikan soto. Di cabang Lebak Bulus Jakarta, Soto mendapat review positif dari pengguna Google. 

Begitulah kisah sukses Slamet Ragil, seorang penjual soto di Semarang. 

(Nadya Kurnia)