
TRX NEWS: Pembahasan terkait perekonomian dan sektor keuangan mungkin terasa berat dan eksklusif bagi sebagian pihak. Namun banyak aktivitas sehari-hari masyarakat yang tampak sederhana dan lugas, yang pada dasarnya merupakan bentuk praktik ekonomi sehari-hari.
Misalnya saja melakukan transaksi sesuai kebutuhan rumah tangga, memesan makanan dan minuman melalui layanan pesan antar instan, membayar tagihan listrik, membayar cicilan rumah, membeli cicilan internet, dan sebagainya. mereka merupakan bagian dari jasa keuangan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat di departemen tersebut.
Di tengah semakin luasnya pemahaman terhadap layanan keuangan, dengan hadirnya gelombang digital, berbagai kemudahan kini ditawarkan kepada masyarakat. Aktivitas jual beli dan investasi menjadi sangat mudah.
Sayangnya, dengan promosi yang ada, berbagai fasilitas yang ditawarkan seringkali menimbulkan beberapa dampak negatif. Kita bicara soal praktik investasi ilegal, terganggunya layanan pinjaman online (pinjol) dan masih banyak kejadian lainnya. Lalu apa yang harus Anda lakukan dalam situasi lapangan seperti ini?
Menjawab pertanyaan tersebut, redaksi TRX NEWS.com berkesempatan berbincang dengan Friderica Widyasari Dewi, anggota Komite Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bertanggung jawab di bidang edukasi dan perlindungan konsumen.
Berikut adalah beberapa hal penting yang kami diskusikan selama percakapan kami.
T: Pertama-tama, saya ucapkan selamat atas pengangkatan Anda sebagai anggota Komite Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK periode 2022-2027. Jadi, untuk memulai diskusi, bisakah Anda menjelaskan bagaimana Anda memahami permasalahan utama dan mendasar? Permasalahan apa saja yang ada di bidang pendidikan dan perlindungan konsumen? Apa tanggung jawab Anda saat ini?
Itu saja Mungkin kita bisa memulai pembicaraan dengan beberapa fakta dan data awal tentang tingkat literasi masyarakat kita. Kita sama-sama tahu bahwa banyak sekali data yang pada hakikatnya membuktikan bahwa angka melek huruf masyarakat Indonesia saat ini sangat rendah.
Misalnya, UNESCO menyatakan bahwa Indonesia berada di urutan kedua terakhir dalam hal angka melek huruf di dunia. Di sisi lain, angka melek huruf Indonesia menempati peringkat ke-71 dari 77 negara di dunia menurut Program for International Student Assessment (PISA).
Apa artinya ini? Ada masalah signifikan dalam membaca dan menulis. Mengenai pendidikan. Berdasarkan data yang dihimpun OJK sendiri, angka melek huruf kita saat ini berada di angka 38%. Sedangkan tingkat inklusi keuangan Indonesia sebesar 76%.
Literasi mengacu pada pemahaman masyarakat dalam mengakses produk jasa keuangan. Sebaliknya, inklusi lebih pada pemanfaatan. Sederhananya, ini adalah persentase masyarakat yang pernah menggunakan produk jasa keuangan.
Saat ini, dalam kasus Indonesia, tingkat inklusi, atau tingkat akses, lebih tinggi dibandingkan tingkat melek huruf. Artinya sudah banyak masyarakat yang menggunakan produk dan jasa keuangan, padahal mereka belum memahami produk atau jasa apa yang mereka gunakan. Saya mencoba menggunakannya tetapi saya tidak tahu harus menggunakan apa. Hal ini sangat berbahaya.
Jadi banyak sekali masyarakat yang tertipu dengan layanan pinjaman online ilegal dan investasi ilegal, atau yang memiliki asuransi namun tidak tahu cara mengajukan klaim karena terburu-buru menggunakan asuransi tersebut akan membuat Anda terkejut jika melakukannya. Meskipun mereka tidak memahami detail atau informasi produk.
Lalu apa permasalahan mendasar utama yang kita hadapi di bidang pendidikan dan perlindungan konsumen.
Q: Mengetahui permasalahan tersebut, solusi dan strategi apa yang Anda pikirkan atau sudah menjadi agenda program yang Anda rencanakan untuk lima tahun ke depan?
Ya, tentu saja mengatasi masalah ini tidaklah mudah. Yang diperlukan hanyalah satu tindakan dan satu fokus. Yang jelas kami fokus untuk menghadirkan segala bentuk informasi, segala bentuk edukasi tentang produk jasa keuangan kepada seluruh masyarakat di semua tingkatan.
Hal ini ditujukan kepada sebanyak-banyaknya pihak, seluruh pemangku kepentingan, semua. Hal ini terus kami dorong melalui kerja sama dengan mitra usaha jasa keuangan. Informasi masih sangat terbatas.
Jadi daya tariknya, jika masyarakat ingin menggunakan suatu produk jasa keuangan, mereka harus memahami terlebih dahulu produk apa yang ingin mereka gunakan. Manfaat apa yang akan kita peroleh dan apa akibat yang harus kita tanggung? Bagaimana produk bekerja Apa yang harus saya lakukan jika saya mempunyai masalah? Ke mana dan kepada siapa saya harus mengadu? Pertama kita perlu memperjelas semuanya.
Oleh karena itu, tujuan kami di OJK sejalan dengan tujuan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk mencapai tingkat inklusi keuangan sebesar 90% pada tahun 2024. Tentunya dengan terus memaksimalkan tingkat inklusi tersebut, tingkat literasi Pe-eR (pekerjaan rumah) juga perlu ditingkatkan lebih lanjut, setidaknya dua kali lipat, hingga keduanya seimbang.
T: Inisiatif spesifik apa yang Anda ambil untuk meningkatkan literasi sosial? Apakah karena kita tahu bahwa hingga saat ini pembahasan mengenai perekonomian dan jasa keuangan, seperti investasi, masih terkesan asing bahkan eksklusif di mata masyarakat luas?
Ya, itu saja. Kami akan memperkenalkan kepada masyarakat luas apa sebenarnya jasa keuangan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai perekonomian dan jasa keuangan tidak boleh menjadi menara gading dalam persepsi masyarakat. Padahal, ketika kita berdagang, ketika kita membeli sabun cuci, ketika kita membeli beras di toko kelontong, ketika kita berjualan di pasar, itu semua adalah tindakan jasa keuangan yang terkadang tidak disadari oleh masyarakat.
Jadi mungkin di masyarakat perkotaan, misalnya di kota-kota besar, membicarakan produk jasa keuangan identik dengan produk asuransi, saham, obligasi, dan lain sebagainya. Sektor keuangan sepertinya berarti produk perbankan, deposito, produk valuta asing, dll.
Padahal, jika kita berinteraksi langsung dengan masyarakat, masyarakat Mbok yang berada di pasar basah juga membutuhkan pembiayaan untuk usaha kecilnya. UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) juga perlu edukasi tentang keseimbangan keuangan, atau cara mengatur arus kas agar uang usaha tidak terpakai untuk konsumsi sehari-hari.
Ada juga cerita tentang petani yang menjual gabah kepada tengkulak, yang juga merupakan transaksi keuangan. Nelayan mencari pinjaman untuk membiayai pembelian solar untuk melaut. Dan orang-orang ini membutuhkan dukungan dan pendidikan kita karena mereka lebih rentan terhadap pelecehan yang dilakukan oleh rentenir.
Jadi kami mencoba membawa hal ini ke tingkat akar rumput. Juga menjangkau masyarakat 3T (tertinggal, terpencil, dan terluar) di wilayah perbatasan yang akses informasinya sangat terbatas. Semua ini juga harus dipertimbangkan dalam program pendidikan.
Langkah ini tentunya kami ambil dengan menjaga aksesibilitas informasi dan pendidikan masyarakat perkotaan. Santri, santri atau ekosistem syariah, dunia pesantren, kelompok ibu rumah tangga, komunitas biker, pecinta kopi, komunitas musik indie, dll.
Intinya transaksi jasa keuangan pada dasarnya ada dimana-mana dalam kehidupan kita sehari-hari, sehingga harus ada di semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Padahal, tanpa disadari, kita dapat mengatakan bahwa hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari seluruh aktivitas keuangan, mulai dari tingkat layanan yang paling sederhana hingga yang paling kompleks. Dan semua ini memerlukan pendidikan. (TSA)