
IDX Channel – Pertumbuhan kredit sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) melambat, namun rasio kredit bermasalah (NPL) meningkat, kata Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pada Agustus 2024, alokasi kredit perbankan kepada usaha kecil, menengah, dan mikro tumbuh rata-rata tahunan sebesar 4,42%, lebih lambat dibandingkan pertumbuhan Agustus tahun lalu sebesar 8,9%. Laju pertumbuhan ini jauh lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan kredit industri perbankan secara keseluruhan (11,3%).
Di satu sisi, OJK mencatat rasio kredit bermasalah (NPL) kredit usaha kecil, menengah, dan mikro meningkat sebesar 7 basis poin (bps) dan meningkat sebesar 1 basis poin dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 4,05% pada kuartal sebelumnya Namun di sisi lain, kredit berisiko (LaR) pada UMKM terus menurun hingga mencapai 13,11%, mendekati level sebelum pandemi sebesar 12,74% pada Desember 2019.
Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Ray dalam diskusi dengan media massa mengatakan, “Perkiraan sebelumnya peningkatan kredit bermasalah UMKM dan penurunan suku bunga kredit UMKM sejalan dengan berakhirnya pelonggaran restrukturisasi kredit terkait pandemi Covid-19. -19 pandemi.
Diane mengatakan fungsi intermediasi bank berjalan dengan baik. Seiring dengan pertumbuhan kredit yang berada di atas target Rencana Bisnis Perbankan (RBB) sebesar 9 hingga 11 persen, likuiditas perbankan juga membaik dan meningkat, dengan rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) meningkat menjadi 86 persen.
Ia melihat adanya anomali dalam kondisi perekonomian saat ini: teknologi berat melampaui industri padat karya. Ia menyimpulkan bahwa indikator makroekonomi seperti inflasi sangat rendah dalam satu dekade terakhir dan akhir-akhir ini menunjukkan tren deflasi, namun masalah PHK di beberapa industri menjadi semakin akut.
Model industri sebenarnya sedang berubah, dan mungkin bergeser, dan penggunaan teknologi mengubah tenaga kerja atau padat karya, kata Kepala PPATK periode 2020-2021 ini.
Meski demikian, Dekan menegaskan OJK tidak akan tinggal diam melihat tekanan yang dihadapi pelaku usaha kecil, menengah, dan mikro. Ia mengungkapkan, OJK akan mengeluarkan aturan baru untuk membantu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah mendapatkan pinjaman lebih mudah melalui perbankan, meski harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan Komite ke-11 Republik Demokratik Rakyat Korea.
“Kami sudah melakukan kajian-kajian dan akan kami bentuk satuan kerja baru yang khusus menangani pengembangan UMKM, yang diharapkan bisa menjadi game changer dalam pendampingan kami terhadap UMKM,” ujarnya.
Hingga saat ini, Dian meyakini bank-bank yang memiliki kapasitas kredit untuk UMKM terus meningkatkan teknologinya untuk memenuhi kebutuhan UMKM, termasuk alternatif credit scoring. Ia mengatakan, banyak kasus yang berhasil dalam penyaluran pinjaman kepada usaha kecil dan menengah, dan nasabah yang awalnya mendapat pinjaman dari Rp 1 juta menjadi Rp 5 juta bisa melakukan upgrade berdasarkan kepatuhan pembayaran pinjaman.
“Jadi teman-teman pelaku UMKM mempunyai dua tugas, pertama mentransformasikan UMKM dari informal ke formal, dan kedua mentransformasikan UMKM dari yang tidak bisa mendapatkan pembiayaan bank menjadi bisa mendapatkan pembiayaan.” kata Diane.
(Grace Fianza)