TRX NEWS — Pendiri Dinara Bali merupakan UMKM yang bangkit dari kebangkrutan. Sebelum akhirnya sukses dengan produk kecantikannya, pasangan Med Diksa Vemunna dan Nei Wayan Kesumavati Devi menghadapi kebangkrutan.
Keduanya pertama kali memulai bisnisnya pada tahun 1997 dengan membuat dupa dan aromaterapi. Bermodal Rp 1 juta, usaha awalnya cukup sukses. Keduanya juga dijadwalkan untuk dibawa ke luar negeri.
Namun seiring berjalannya waktu, banyak pesaing bermunculan. Bisnis tersebut akhirnya harus ditutup pada tahun 2005. Arus kas tidak lancar dan harga produk terhambat. Hanya tersisa $11 juta.
Keduanya menyalurkan Rp 3 juta untuk modal usaha baru. Kali ini mereka tidak lagi melakukan pijat dan aromaterapi, melainkan melakukan kecantikan dan perawatan tubuh dengan rempah-rempah khas Bali.
Pada percobaan kedua Diksa dan istrinya berhasil. Usahanya terus berkembang hingga bisa menulis uang pertama Rp 120 juta per bulan. Med Dixa, eks mitra binaan Pertamina, juga berhasil menambah jumlah pekerjanya.
Berdasarkan laporan Okzone (10/9), eksperimen lulur dan sabun tidak serta merta berhasil. Diriwayatkan oleh putranya Sathya Narayana, ia mengatakan orang tuanya gagal berkali-kali sebelum akhirnya mencapai formula yang sempurna.
Pada tahun 2008, Dinara Bali merilis karyanya. Rumus ini masih digunakan sampai sekarang. Bisnis Dinara Bali mulai bangkit dari nol, namun kembali mendapat ancaman akibat pandemi covid-19.
Sejak pandemi, Sathya mengambil alih bisnis orang tuanya. Dia mulai menerapkan digitalisasi pasar. Sathya menggunakan platform marketplace dan menggunakan fitur khusus untuk mempromosikan produk lokal.
Setelah itu, penjualan Dinar Bali meningkat pesat guna menjangkau pasar yang lebih luas. Bahkan, penjualan dan pemasaran platform menyumbang 25 persen terhadap total penjualan Dinara.
Ini adalah kisah tentang UMKM yang menghadapi kebangkrutan.
(Nadia Karnia)