TRX NEWS – Investor asing kembali meninggalkan pasar saham Indonesia karena banyak emiten besar (mayor) yang melakukan aksi jual pada pekan ini.
Asing mencatatkan omzet bersih sepekan Rp 5,07 triliun di pasar reguler, meneruskan outflow pekan lalu pada Rabu (25/9), menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI).
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun dalam sepekan juga melemah sebesar 2,61 persen dan ditutup pada level 7.496,09 pada Jumat (4/10).
Saham bank raksasa menjadi incaran penjualan luar negeri pekan ini. Misalnya saja PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) yang mengalami net sell asing terbesar pada pekan ini yakni Rp 2,9 triliun di pasar reguler.
Saham BBRI sudah tiga hari berturut-turut pekan ini melemah sehingga kinerja sepekan turun 4,71 persen.
Sebelumnya, JP Morgan ( JPM ) menurunkan peringkat rekomendasi BBRI menjadi netral dan menempatkan saham dalam pengawasan katalis negatif, untuk mengantisipasi kekhawatiran kualitas aset.
JPM memperkirakan kualitas aset mikro tidak akan membaik pada tahun 2024 dan memperingatkan risiko penurunan margin bunga bersih (NIM) akibat perubahan penyisihan pinjaman.
Laba BBRI diperkirakan turun 4 persen y-o-y pada 3Q24 karena meningkatnya non-performing loan (NPL) dan biaya kredit yang lebih tinggi.
Pantauan Algo Research, sentimen negatif JPM pada Senin (30/9) menimbulkan tekanan jual besar-besaran dari investor asing.
Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga terkena devisa asing yang mencapai Rp 1,1 triliun. Saham BBCA turun 1,64 persen dalam sepekan.
Begitu pula dengan saham PT Bank Mandiri (Persero) TBK (BMRI) yang mencatatkan omzet bersih Rp 844,2 miliar karena harga sahamnya turun 1,42 persen dalam sepekan.
Saham pertambangan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) terkoreksi 2,56 persen dalam sepekan di tengah omzet asing Rp 306,2 miliar.
Kemudian, saham panas bumi PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) juga terkena dampak penjualan bersih asing sebesar Rp 202 miliar. Stok otak turun 3,14 persen pada minggu ini.
Saham emiten yang dipimpin taipan Prajogo Pangestu ini melemah 3,14 persen dalam sepekan dan turun 35,35 persen dalam sebulan menyusul kabar FTSE Russell mencopot BREN dari indeks global pada akhir September tahun lalu.
Tiongkok tenggelam dalam dana asing
Dana yang sebelumnya meninggalkan pasar Tiongkok, termasuk pasar Jepang dan Asia Tenggara, kini mulai kembali ke negara yang dibatasi oleh bambu tersebut, menunjukkan bahwa kebangkitan pasar saham dapat mengguncang momentum investasi di Asia.
Bloomberg mengutip Kamis (3/10), melihat tanda-tanda perubahan, dengan saham-saham di Korea Selatan, Indonesia, Malaysia, dan Thailand mengalami penurunan arus keluar bersih investor asing selama sepekan terakhir.
Sebagai informasi, penjualan bersih (net sales) investor asing di pasar saham Indonesia mencapai Rp 6,68 triliun di pasar reguler pada pekan lalu.
Sementara itu, BNP Paribas SA melaporkan bahwa lebih dari US$20 miliar ($307,80 triliun) ditarik dari pasar saham Jepang dalam tiga minggu pertama bulan September.
Pergerakan pivot ini dapat menandakan berakhirnya kenaikan saham-saham Asia di luar Tiongkok, yang sebelumnya didorong oleh investor yang mencari imbal hasil lebih tinggi.
Tahun ini, saham Taiwan terdongkrak oleh sektor semikonduktor, sementara saham India menguat karena percepatan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, penurunan suku bunga di Amerika Serikat (AS) juga mendukung pasar Asia Tenggara termasuk Indonesia.
“Kami telah mengurangi posisi long kami di Asia dan beralih ke saham Tiongkok,” kata Eric Yee, manajer portofolio senior Atlantis Investment Management di Singapura, dilansir Bloomberg, Kamis (3/10).
Pemulihan ini didorong oleh politik dari titik terendah. Kesempatan seperti ini tidak boleh dilewatkan, ujarnya.
Indeks MSCI Tiongkok melonjak lebih dari 30 persen dari posisi terendah baru-baru ini, indeks Hang Seng melonjak 25 persen, dan indeks Shanghai Composite melonjak 17 persen dalam sebulan setelah pemerintah Tiongkok mengumumkan berbagai strategi untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi.
“Kami memperkirakan beberapa investor asing akan mengurangi alokasi mereka ke Jepang dan mulai kembali ke pasar saham Tiongkok,” tulis ahli strategi BNP pada hari Rabu.
Faktanya, perubahan ini masih dalam tahap awal. BNP mencatat, belum ada arus keluar dana asing yang signifikan dari India dan produk emerging market di luar Tiongkok.
Arus keluar dari Indonesia
Pengamat pasar modal Michael Yeoh mengamini banyaknya investor asing yang berpindah (outflow) ke pasar saham China seiring dengan tiga paket stimulus yang diluncurkan.
Saat ini, kata Michael, saat dihubungi TRX NEWS.com, Kamis (3/10), rasio price to earnings (PE) Hang Seng Index (HSI) Hong Kong berada pada kisaran 7-8 kali lipat, sedangkan PE Indeks harga saham gabungan (IHSG) mencapai 17 kali.
Sekadar mengingatkan, PE atau PER adalah rasio yang mengukur nilai suatu perusahaan dengan membandingkan harga sahamnya dengan laba per saham, yang sering digunakan untuk menilai apakah suatu saham itu murah atau mahal.
Perbedaan ini menunjukkan pasar saham Tiongkok menawarkan valuasi yang jauh lebih menarik.
“Jadi sekarang semua [dana asing] di bursa Asia masuk ke China,” kata Michael.
Dampak bagi RI
Sementara itu, BRI Danarexa dalam riset tertanggal 30 September 2024 mengatakan stimulus yang dilakukan pemerintah China diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi Indonesia melalui jalur perdagangan, peningkatan aktivitas pariwisata, dan perubahan aliran modal.
Analis BRI, Danarexa, menulis kuatnya perekonomian Tiongkok diperkirakan akan berdampak positif bagi Indonesia, meski ada tantangan yang perlu diwaspadai.
Pertama, stimulus fiskal Tiongkok akan meningkatkan permintaan komoditas global, sehingga menguntungkan Indonesia sebagai mitra dagang, dengan pangsa ekspor ke Tiongkok meningkat dari 12 persen pada tahun 2013 menjadi 25 persen pada tahun 2023.
Kedua, meningkatnya kepercayaan konsumen terhadap Tiongkok dapat mendongkrak sektor pariwisata Indonesia, meskipun kunjungan wisatawan Tiongkok masih jauh dari tingkat sebelum pandemi.
Ketiga, prospek ekonomi Tiongkok yang kuat mungkin berdampak negatif terhadap aliran modal asing ke Indonesia.
Hal ini serupa dengan situasi pada akhir tahun 2022 ketika pelonggaran kebijakan nol-COVID menyebabkan aliran masuk modal yang signifikan ke pasar ekuitas dan utang Tiongkok dan Indonesia.
“Dalam pandangan kami, gelombang antusiasme baru ini dapat memiliki dampak jangka panjang dan terus menarik aliran modal ke Tiongkok,” kata analis BRI, Danarexa.
BRI Danarexa meyakini gelombang stimulus baru ini berpotensi menarik aliran modal yang berkelanjutan ke Tiongkok, yang merupakan indikator utama untuk memantau dampaknya terhadap belanja konsumen dan harga properti. (Aldo Fernando)