TRX NEWS – Skema Distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi yang akan digantikan oleh Subsidi Langsung (BLT) pada awal tahun 2025 diyakini akan berdampak pada inflasi di Tanah Air.
Pemerintah diminta mewaspadai dampak putaran kedua atau dampak lanjutan atau dampak tidak langsung akibat pembatasan atau bahkan penghapusan BBM bersubsidi.
Dosen Ekonomi Energi Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti mengatakan pemerintah harus berhati-hati dalam membuat rencana baru pengganti bahan bakar bersubsidi.
Menurut dia, manfaat atau sistem yang diputuskan harus memiliki karakteristik yang sama dengan BBM bersubsidi. Dengan kata lain, anggaran yang tadinya berupa subsidi BBM sebaiknya digunakan untuk pengeluaran lain yang memiliki karakteristik serupa.
“Nah, kalau kita lihat mungkin kita akan sedikit berhati-hati di sini,” kata Yayan pada sesi IDX Channel Market Review, Senin (16/12/2024).
Meski BLT dipandang sebagai alternatif yang baik dibandingkan sistem distribusi BBM bersubsidi, Yayan tidak memungkiri kebijakan tersebut masih akan berdampak pada inflasi.
“Karena ada dampak ganda yang ditimbulkan dari penghapusan tersebut, misalnya subsidi atau pembatasan kuota,” ujarnya.
Dijelaskannya, kekuatan energi dibedakan menjadi dua, yaitu kekuatan energi eksplisit dan kekuatan energi laten.
Subsidi energi publik mengacu pada subsidi yang diberikan sektor publik kepada masyarakat dan diterima langsung dari masyarakat. Misalnya berupa bahan bakar atau listrik atau persyaratan khusus berdasarkan undang-undang.
Sebaliknya, subsidi energi laten diterjemahkan menjadi biaya tidak langsung, misalnya pemborosan. Yayan mencontohkan, biaya negara berupa kompensasi kepada PT PLN (Persero) atau PT Pertamina (Persero), karena kompensasi tersebut disebabkan adanya pembatasan arus kas terkait subsidi energi.
“Hal ini dikeluarkan pemerintah terkait dengan dampak kerugian akibat penghapusan subsidi energi,” ujarnya.
Berdasarkan temuan penelitian Bank Dunia, lanjutnya, jumlah subsidi energi tersembunyi lebih besar atau lebih dari 1,5 persen dibandingkan subsidi energi semu sebesar 1 persen pada tahun 2023.
Artinya, subsidi energi telah menempatkan inefisiensi di sisi neraca, langsung lebih tinggi dari yang terlihat. Artinya, dampaknya lebih besar dari segi beban dampaknya, ”dia dikatakan.
(NIA DEVIYANA)