TRX NEWS – Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Apurindo) memastikan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% mulai tahun 2025 akan menjadi beban besar bagi pembeli. Karena akan semakin banyak produk yang terjual.
Solihin yang terpilih sebagai Ketua Umum Aprindo pada tahun 2024 hingga 2028 mengatakan, kenaikan pajak pertambahan nilai menjadi 12% pada awal tahun 2025 akan menjadi beban pembeli seiring stagnannya pertumbuhan ekonomi.
“Jadi lebih berat yang mana?” “Iya, tadi saya bilang yang mau beli produknya itu (konsumen),” kata Solihin, Minggu (17/11/2024). Musyawarah Nasional Aprindo ke-8.
Ia mengatakan konsumen menjadi pendorong utama dampak kenaikan pajak pertambahan nilai dari 1% menjadi 12%. Diperkirakan harga produk di pasar retail akan naik 5-10%.
“Iya terus jangan bilang wah, itu hanya 1 persen, kecil. Enggak, tapi itu secara umum bisa diterima pembeli ya,” ujarnya.
“Sekarang 11 persen kan? Naik 1 persen, jadi 11 berapa persen? Itu seperduabelas kan? Dengan kata lain, kenaikannya bukan satu, tapi satu dari dua belas. Kenaikannya berat atau tidak. ? Ya, itu sulit,” katanya.
Meski kenaikan PPN bukan pertanda baik terhadap daya beli masyarakat, Solihin enggan menjelaskan dampak negatifnya terhadap pasar ritel jika kebijakan tersebut resmi diterapkan awal tahun depan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan tarif pajak pertambahan nilai akan dinaikkan menjadi 12 persen pada tahun 2025. Kenaikan pajak pertambahan nilai sebesar 12 persen akan tetap dilaksanakan sesuai dengan kewajiban Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). ) meski di tengah menurunnya daya beli dan kelesuan ekonomi.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menegaskan, APBN sebagai instrumen peredam kejut tetap sehat.
“Undang-undangnya ada dan kita harus mempersiapkan implementasinya (PPN 12%), tapi kalau penjelasannya cukup, kita bisa berbuat lebih banyak.”
Ia sepakat pemerintah harus menjelaskan kenaikan pajak pertambahan nilai kepada masyarakat.
Artinya, meskipun kita mengembangkan kebijakan di bidang perpajakan, termasuk pajak pertambahan nilai, bukan berarti kita buta dan kita menegaskan bidang-bidang seperti kesehatan, pendidikan, bahkan pangan atau tertarik,” kata Sri Mulyani.
(Febrina Latona)